Translate

Jumat, 17 Januari 2020

Madzhab Syafi’i dimata Imam al Baihaqi adalah yang terbaik.‎



Madzhab Syafi’i dimata Imam al Baihaqi adalah yang terbaik.

Tercantum sebuah ibarot/ungkapan dalam “Ma’rifat Sunan Wal Atsar”:

وقد قابلت -بتوفيق الله تعالى- أقوال كل واحد منهم بمبلغ علمي؛ من كتاب الله عز وجل، ثم بما جمعت من السنن والآثار؛ في الفرائض والنوافل، والحلال والحرام، والحدود والأحكام، فوجدت الشافعي -رحمه الله- أكثرهم اتباعاً، وأقواهم احتجاجاً، وأصحهم قياساً، وأوضحهم إرشاداً، وذلك فيما صنف من الكتب القديمة والجديدة في الأصول والفروع بأبين بيان وأفصح لسان.

Menurut penuturan imam al Baihaqi tersebut: Madzhab Syafi’i adalah madzhab yang paling ittiba’ ‎‎(mengikuti nash), paling kuat argumentasinya, paling benar qiyasnya, serta paling gamblang/jelas bimbingan/petunjuknya. Baik itu yang terdapat dalam karya tulis imam Syafi’i yang terdahulu atau terbarunya, baik mengenai masalah ushul maupun furu’, dengan keterangan yang sangat jelas dan lisan/ungkapan yang sangat fasih.  

Tentunya imam al Baihaqi sampai pada titik kesimpulan tersebut, setelah beliau melakukan kajian/penelitian/riset ilmiah membandingkan pendapat-pendapat para imam dengan al Qur’an, hadits dan atsar para salaf. Baik yang berkaitan dengan masalah yang wajib dan sunnah, halal dan haram, atau hudud (hukum kriminal) dan ahkam (hukum). Sehingga sampailah imam al Baihaqi pada titik kesimpulan: Madzhab Syafi’i adalah madzhab yang terbaik.   

Minggu, 09 September 2018

Apakah Dipersyaratkan Muttashilul-Isnad & Tidak Ada Inqitha’ ‎Pada “Hadits Musnad” (?) ‎



بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


Pertanyaan : Apakah dipersyaratkan muttashilul-isnad (sanad harus bersambung) dan tidak ada inqitha’ (keterputusan) pada “Hadits Musnad” ?  

Al-jawab : Iya. Sebagian ahli hadits ada yang mempersyaratkan syarat tersebut, diantara mereka adalah imam al-Hakim Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah al-Hakim an-Naisaburi rahimahullahu, beliau menuturkan:

 والمسند من الحديث: أن يرويه المحدث عن شيخ يظهر سماعه منه لسن يحتمله، وكذلك سماع شيخه من شيخه إلى أن يصل الإسناد إلى صحابي مشهور إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم.

Hadits Musnad adalah suatu hadits yang diriwayatkan oleh seorang ahli hadits dari seorang syaikh/guru, yang nampak sama’/mendengarnya dari guru tersebut karena faktor usia yang memungkinkan. Demikian juga guru tersebut mendengar dari gurunya, hingga sanad tersebut sampai/bersambung kepada seorang shahabat yang masyhur hingga rasul Allah shallallahu ‘alaihi wasallam. [Ma’rifat Ulum Hadits]  

Rabu, 30 Mei 2018

Kapan Suatu Hadits Dihukumi Mungkar ?



بسم الله الرحمن الرحيم

Pertanyaan : Kapan suatu hadits dihukumi mungkar?

Jawaban : Setidaknya ada dua sebab sehingga suatu hadits dihukumi mungkar.

Sebab Pertama:
Karena dalam sanad hadits terdapat perawi yang kekeliruannya fatal [فاحش الغلط] atau perawi yang didominan oleh kelalaian [شدة الغفلة] atau perawi yang fasiq [‏ فاسق].

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Taisir Musthalah:

الحديث المنكر هو الحديث الذي في إسناده راو فَحُشَ غلطُه أو كثرت غفلته أو ظهر فسقه.

Hadits mungkar adalah suatu hadits yang pada sanadnya terdapat perawi yang fatal kekeliruannya atau banyak kelalaian atau nampak kefasikannya. [Taisir Musthalah: 119]

Sabtu, 26 Mei 2018

Khabar Ahad Tidak Dipakai Dalam Masalah Aqidah (?)



بسم الله الرحمن الرحيم

Pertanyaan :

سمعت من يقول: إن أحاديث الآحاد لا تثبت بها العقيدة، لأنها تفيد الظن، ولا تفيد اليقين. فما هو جوابكم على هذا؟

Saya mendengar ada yang mengatakan: bahwa aqidah tidak bisa divalidasi dengan hadits-hadits ahad, karena hadits ahad hanya memberi faidah zhan (tidak bisa dipastikan keabsahannya), dan tidak memberikan faidah yakin. Apa jawaban anda mengenai masalah ini?   
  
Jawaban :

الحمد لله...
جوابنا على من يرى أن أحاديث الآحاد لا تثبت بها العقيدة لأنها تفيد الظن والظن لا تبنى عليه العقيدة، أن نقول: هذا رأي غير صواب؛ لأنه مبني على غير صواب، وذلك من عدة وجوه :

Alhamdulillah…
Jawaban kami bagi yang mengatakan [bahwa aqidah tidak bisa divalidasi dengan hadits-hadits ahad, karena hadits ahad hanya memberi faidah zhan, sementara aqidah tidak dibangun diatas zhan], kami katakan: pendapat ini tidak benar, karena ia dibangun diatas ketidak-benaran, dari beberapa sisi:

Rabu, 16 Mei 2018

Wahm, Hukum dan Metode Mengetahuinya.




بسم الله الرحمن الرحيم

Soal : Apa yang dimaksud dengan wahm dalam sebuah periwayatan, apa hukumnya, dan bagaimana cara mengetahuinya? Dan apakah wahm fil hadits masuk dalam masalah ‘ilal, sehingga sangat sulit untuk mengetahuinya?

Jawab :
1. Wahm dalam sebuah periwayatan yaitu:

أن يروي الراوي الرواية على سبيل التوهم.

Seorang perawi meriwayatkan suatu periwayatan dengan jalan yang keliru.

2. Hukum wahm:

إن اطلِعَ عليه بالقرائن الدالة على وهم راويه من رفع موقوف أو وصل مرسل أو إدخال حديث في حديث أو نحو ذلك قدح في صحة الحديث بحسب تلك العلة. وتكون العلة غالبًا في السند، وقد تكون في المتن.

Jika terlihat baginya berdasarkan adanya berbagai indikasi yang menunjukan kekeliruan seorang perawi berupa me-marfu’-kan yang mauquf atau me-maushul-kan yang mursal atau munqathi’, atau memasukkan suatu hadits pada hadits yang lain, atau yang semisalnya berupa berbagai sesuatu yang merusak, maka ke-shahih-an suatu hadits menjadi rusak dengan sebab kekeliruan tersebut, sesuai dengan kadar ‘illat/cacatnya. Dan ‘illat/cacat tersebut keseringannya berada dalam sanad, dan terkadang ditemukan dalam matan.  

Kamis, 03 Mei 2018

Pintu Tashih dan Tadl'if Hadits Sudah Tertutup (?)



بسم الله الرحمن الرحيم

Soal : Apakah pintu ijtihad dalam masalah tashih dan tadl’if hadits masih terbuka bagi mereka yang memiliki pengetahuan yang luas dan berkemampuan pada bidang dan ranah hadits secara riwayat dan dirayat?

Jawab : Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama mengenai masalah ini.

1.  Diantara mereka ada yang berpendapat : bahwa pintu ijtihad dalam masalah tashih dan tadl’if hadits sudah tertutup. Karena di zaman ini sulit untuk menyatakan shahih secara murni pada suatu hadits hanya bersandar dengan penelitian pada sanadnya semata. Pendapat ini adalah pendapat yang dipegang oleh al-hafizh Abu ‘Amr Ibnu ash-Shalah rahmatullahi ‘alaih. Beliau menuturkan:    

إذا وجدنا فيما يروى من أجزاء الحديث وغيرها حديثًا صحيحَ الإسناد، ولم نجده في أحد الصحيحين ولا منصوصًا على صحته في شيء من مصنفات أئمة الحديث المعتمدة المشهورة، فإنا لا نتجاسر على جزم الحكم بصحته.

Jika kita menemukan suatu hadits dengan sanad shahih yang diriwayatkan dari kitab ajza’ hadits atau yang semisalnya, namun hadits tersebut tidak kita temukan pada shahihain, tidak pula terdapat nash mengenai keshahihannya sedikitpun dari karya-karya para imam hadits yang terkemuka dan masyhur, maka kita tidak berani memastikan hukum dengan menshahihannya.

فقد تعذر في هذه الأعصار الاستقلال بإدراك الصحيح بمجرد اعتبار الأسانيد، لأنه ما من إسناد من ذلك إلا وتجد في رجاله من اعتمد في روايته على ما في كتابه عريًا عما يشترط في الصحيح من الحفظ والضبط والإتقان.

Di zaman ini sulit untuk mengetahui keshahihan hadits dengan pasti hanya berdasarkan peninjauan terhadap berbagai sanadnya. Karena tidaklah terdapat satupun sanad dari peninjauan itu, melainkan kamu akan mendapati rijal sanadnya ada yang periwayatannya sebatas bersandar pada kitab tersebut yang tidak mempersyaratkan sesuatu yang terdapat pada kitab shahih; berupa hifzh (hafalan) dan dhabth (penjagaan) dan itqan (kekuatan hafalan).  

فآل الأمر إذا، في معرفة الصحيح والحسن إلى الاعتماد على ما نص عليه أئمة الحديث في تصانيفهم المعتدة المشهورة التي يؤمن فيها لشهرتها- من التغيير والتحريف.

Jika demikian, inti masalah untuk mengetahui shahih atau hasan adalah dengan bersandar kepada nash (keterangan) para imam ahli hadits mengenai hal tersebut yang terdapat pada karya-karya mereka yang terkemuka dan terpercaya –karena kemasyhurannya- (selamat) dari perubahan dan pengkaburan pada karya-karya tersebut.  

وصار معظم المقصود بما يتداول من الأسانيد -خارجًا عن ذلك- إبقاء سلسلة الإسناد التي خصت بها هذه الأمة، زادها الله تعالى شرفا، آمين.

Terlepas dari masalah itu, maksud besar berputarnya sanad berubah menjadi untuk melanggengkan silsilah sanad yang merupakan kekhususan umat ini, semoga Allah menambahkan kemulyaan untuknya. Aamiin..

2.  Adapun pendapat yang kedua.
Adalah merupakan lawan dan kritikan untuk pendapat pertama. Yakni: pintu tashih dan tadl’if hadits terbuka bagi mereka yang terpenuhi syarat memiliki kemampuan dan kekuatan serta luasnya pengetahuan dalam bidang dan ranah ini.

Rabu, 02 Mei 2018

Mengambil Upah Dari Menyampaikan Hadits.‎



بسم الله الرحمن الرحيم

Soal : Apakah diperbolehkan mengambil upah dari menyampaikan hadits? Dan apakah perawi yang mengambil upah dari menyampaikan hadits, maqbul (diterima) riwayatnya?

Jawab : Setidaknya ada dua pendapat dikalangan ulama ahli hadits mengenai masalah ini.

1.      Pendapat pertama.
Tidak boleh mengambil upah. Dan jika mengambil upah, maka tidak diterima haditsnya dan tidak boleh menulis hadits darinya. Ini adalah pendapat sejumlah ulama ahli hadits, diantaranya adalah imam Ahmad bin Hambal, Abu Hatim ar-Razi dan Ishaq bin Rahawaih rahmatullahi ‘alaihim.

Al-hafizh Ibnu Shalah rahmatullahi ‘alaihi menuturkan :

من أخذ على التحديث أجرًا منع ذلك من قبول روايته عند قوم من أئمة الحديث. روينا عن إسحاق بن إبراهيم: أنه سئل عن المحدث يحدث بالأجر ؟ فقال: لا يكتب عنه!. وعن أحمد بن حنبل و أبي حاتم الرازي نحو ذلك.

            Barang siapa yang mengambil upah dari menyampaikan hadits, maka hal tersebut menghalangi dari diterima riwayatnya menurut sebagian ulama ahli hadits. Telah diriwayatkan kepada kami, dari Ishaq bin Ibrahim: bahwa beliau pernah ditanya tentang seorang muhaddits yang menyampaikan hadits dengan upah? Maka beliau menjawab: tidak boleh menulis hadits darinya!. Dan juga terdapat riwayat yang semakna dengan ini dari Ahmad bin Hambal dan Abu Hatim ar-Razi.  (Ma’rifat Anwa’ Ulum Hadits)

Kamis, 01 Juni 2017

Metode Imam Lima Dalam Mengeluarkan Perawi Hadits.



بسم الله الرحمن الرحيم

منهج أصحاب الكتب الخمسة في الإخراج عن الرواة


METODE ASHAB KITAB YANG LIMA DALAM MENGELUARKAN PERAWI

1. Metode imam at-Tirmidzi rahimahullahu.

Al-hafizh Ibnu Rajab mengatakan:

 (الترمذي رحمه الله تعالى يخرج حديث الثقة الضابط، ومن يهم قليلاً، ومن يهم كثيراً، ومن يغلب عليه الوهم يخرج حديثه نادراً، ويبين ذلك ولا يسكت عنه.

Imam at-Tirmidzi (dalam kitab sunan beliau), beliau mengeluarkan hadits dari perawi yang tsiqah lagi dlabith, dan dari perawi yang memiliki kesalahan sedikit, dan perawi yang memiliki banyak kesalahan, dan terkadang mengeluarkan hadits dari perawi yang didominan oleh kesalahan, dengan menjelaskan hal tersebut dan tidak mendiamkannya.

وقد خرج حديث كثير بن عبد الله المزني ولم يجمع على ترك حديثه بل قد قواه قوم، وقدم بعضهم حديثه على مرسل ابن المسيب.

Beliau telah mengeluarkan hadits Katsir ibn 'Abdillah al-Muzani, dan beliau tidak disepakati akan ke-matruk-annya, bahkan sebagian ulama menguatkannya. Sebagian ulama ada yang lebih mendahulukan hadits beliau ketimbang mursal Sa'id ibn Musayyab.

وقد حكى الترمذي رحمه الله نعالى  في العلل عن البخاري: أنه قال في حديثه في تكبير العيدين: «هو أصح حديث في هذا الباب»، قال: «وأنا أذهب إليه»).

Dan at-Tirmidzi telah menghikayatkan sebagaimana dalam "al-'Ilal" dari al-Bukhari, beliau (at-Tirmidzi) berkata: "sesungguhnya al-Bukhari mengomentari hadits Katsir ibn 'Abdillah tentang takbir pada shalat dua 'idl: hadits Katsir ibn 'Abdillah adalah hadits tershahih pada bab ini". Beliau melanjutkan perkataannya: "dan aku berpendapat dengan pendapat tersebut".

Rabu, 09 November 2016

023. Al-Musalsal.



PERTEMUAN : KE-DUA PULUH TIGA
SYARH AL-MANZHUMAH AL-BAIQUNIYYAH
IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
____________

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"AL-MUSALSAL"

Berkata imam Al-Baiquniy rahmatullahi 'alaihi:

مُسَلْسَلٌ، قُلْ: مَا عَلى وَصْفٍ أتَى * مِثْلُ: أَمَا وَاللهِ أَنْبَأَنِيْ الفَتَى

Musalsal, katakanlah: ia adalah yang datang dengan satu sifat * Seperti: ketahuilah demi Allah! Telah memberitakan kepadaku seorang pemuda

Kemudian berkata Asy-Syaikh Ibnu Al-'Utsaimin rahmatullahi 'alahi:

وَمِنْ أَقْسَامِ الحَدِيْثِ أَيْضاً "المُسَلْسَلُ"، وَهَذَا هُوَ القِسْمُ الثَّامِنُ فِيْ النَّظَمِ، وَهُوَ اسْمٌ مَفْعُوْلٌ مِنْ "سَلْسَلَةٍ" إِذَا رَبَطَهُ فِيْ سَلْسَلَةٍ، هَذَا فِي اللُّغَةِ.

Dan di antara bagian-bagian hadits juga, Al-Musalsal. Ini adalah bagian yang ke-delapan dalam nazham. Ia (yakni: Al-Musalsal) adalah isim maf'ul dari kata (salsalah) apabila diikatkan ke rantai, ini adalah secara bahasa. 

Adapun ke-tujuh bagian sebelumnya yaitu:
Hadits Shahih, Hadits Hasan, Hadits Dha'if, Marfu', Maqthu', Musnad dan Muttashil. (pent)

وَفِيْ الاِصْطِلَاحِ، هُوَ: الَّذِيْ اتَّفَقَ فِيْهِ الرُّوَاةُ، فَنَقَلُوْهُ بِصِيْغَةٍ مُعَيَّنَةٍ، أَوْ حَالٍ مُعَيَّنَةٍ.

Adapun secara istilah, Al-Musalsal adalah: suatu hadits yang para periwayatnya bersepakat padanya, mereka menukil hadits tersebut dengan satu bentuk atau keadaan tertentu. 

يَعْنِيْ، أَنَّ الرُّوَاةَ اتَّفَقُوْا فِيْهِ عَلَى وَصْفٍ مُعَيَّنٍ، إِمَّا وَصْفُ الأَدَاءِ، أَوْ وَصْفُ حَالِ الرَّاوِيِّ أَوْ غَيْرُ ذَلِكَ.

Yakni, para perawinya bersepakat pada hadits tersebut dengan satu sifat tertentu. Baik sifat penyampaian atau sifat keadaan perawinya, atau selain itu.

Kamis, 27 Oktober 2016

022. Al-Muttashil.



PERTEMUAN : KE-DUA PULUH DUA
SYARH AL-MANZHUMAH AL-BAIQUNIYYAH
IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
____________

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"AL-MUTTASHIL"

Berkata imam Al-Baiquniy rahmatullahi 'alaihi:

ومَا بِسَمْعِ كُلِّ رَاوٍ يَتَّصِلْ * إِسنَادُهُ للمُصْطَفَى فالُمتَّصِلْ

Dan apa-apa yang didengar oleh setiap perawi yang bersambung * sanadnya kepada Al-Musthafa, maka ia adalah muttashil

قَوْلُهُ: "المُصْطَفَى" مَأْخُوْذَةٌ مِنَ الصَّفْوَةِ، وَهِيَ خِيَارُ الشَّيْءِ، وَأَصْلُهَا فِيْ اللُّغَةِ "المُصْتَفَى" بِالتَّاءِ.

Perkataan imam Al-Baiquniy rahimahullahu: "Al-Musthafa" diambil dari kata "Ash-Shafwah". Ia adalah: sesuatu yang paling baik. Dan asalnya dalam bahasa adalah dari kata "Al-Mustafa" dengan huruf "TA".
Mubaarok Al-Atsary. Diberdayakan oleh Blogger.